Keris Carubuk Luk 7 Pamor Beras Wutah Kebak

Keris Carubuk Luk 7 Pamor Beras Wutah Kebak


  •     Dhapur Keris (jenis bentuk keris) : Carubuk
  •     Pamor (motif lipatan besi) : Beras Wutah Kebak Full Bilah Pamor ndeling byar
  •     Tangguh (perkiraan masa pembuatan) : Mataram Amangkurat
  •     Panjang Bilah : 37 cm
  •     Pesi masih utuh panjang original tidak sambungan
  •     Warangka : Ladrang Surakarta Kayu Gembol Jati
  •     Handle / Gagang : Kayu Gembol Jati
  •     Pendok : Bunton Kuningan Tebal Cukir Ukir Motif Merak
  •     Mendak : Tembaga
  •     Garansi 100 % asli sepuh kuno
  •     Barang sama persis seperti foto

Filosofi Keris Carubuk Luk 7 Pamor Beras Wutah Kebak 

Carubuk memiliki pengertian “bagaikan bumi”, menjadi Manusia harus “Momot, Bakuh, Pengkuh, aja tampik ingkang den arepi among marang ingkang becik kewolo, Kang ala aja den emohi”. Artinya: “Bahwa Manusia itu harus bagaikan bumi, tidak hanya menerima hal-hal yang kita sukai saja namun harus juga bisa menerima hal-hal yang tidak disukai, karena kesemuanya itu adalah wujud warna kehidupan, bagaikan bumi yang selalu dapat menerima biji yang baik ataupun yang tidak baik”.

“Penerimaan” mengandung arti seseorang yang ikhlas akan sesuatu hal. “Penerimaan” disini bukan sekedar penerimaan apa adanya atau menyerah pada nasib, melainkan penerimaan atas hasil usaha atau ikhtiar yang telah dilakukan. Berusaha, berdoa, dan tawakal adalah wajib, soal apakah nanti hasilnya baik atau tidak, sesuai harapan atau tidak, kata syukur senantiasa harus terucap karena urusan hasil adalah mutlak urusan Sang Pencipta.

Pemahaman ini akan mengajarkan kita untuk dapat ikhlas, tidak mengharapkan sebuah balasan dan menjadi pribadi yang selalu bersyukur pada apapun yang telah diberikan oleh Sang Khalik, dan menjadi simbol optimisme, keyakinan, sekaligus kepasrahan.

Menerima bukanlah perkara mudah, dan ikhlas adalah ilmu yang paling sulit untuk dikuasai, sedangkan kita tahu bahwa Tuhan memiliki rencana yang terbaik untuk kita.

Dalam filosofi Jawa, Keris Dhapur Carubuk mengandung makna untuk selalu mengingat asal-usul, menjalani hidup dan kehidupan sesuai yang telah digariskan, menyerahkan segala sesuatunya kepada kehendak Sang Pencipta, dan memiliki sikap batin agar sanggup menerima dengan ikhlas semua kehendak-NYA, baik berupa rahmat maupun ujian setelah kita melakukan upaya dan ikhtiar.

Sikap tersebut akan membuat kita tidak akan pernah merasa lelah ataupun putus asa dalam menghadapi tantangan hidup untuk mencapai cita-cita dan harapan, karena usaha dan perjuangan yang kita lakukan untuk mendapatkan peningkatan dalam hal materi maupun ilmu spiritual bukan berdasarkan nafsu dan ambisi semata, akan tetapi sebagai sebuah laku atau kewajiban Manusia dalam menjalani hidup. Sikap tersebut juga akan membentuk perilaku selalu ikhlas dan senantiasa bersyukur atas anugerah Tuhan.

Dalam filosofi Jawa, luk tujuh (7) disebut “pitu” yang dalam jarwo dosok bisa berarti “pitutur, piwulang, dan pitulungan”, yang artinya “ajaran yang baik, petunjuk, dan pertolongan”. Angka tujuh (7) bagi penduduk Nusantara, terutama masyarakat Jawa, merupakan angka keramat yang memiliki makna ketentraman, kebahagiaan, kewibawaan dan kesuksesan.

Angka tujuh (7) dapat di samakan dengan jumlah lapisan langit (sap) yang seluruhnya ada tujuh sap, begitu juga dengan jumlah hari dalam seminggu yang terdiri dari 7 hari. Selain itu, berbagai ritual selamatan (slametan) seperti selamatan anak dalam kandungan yang dilakukan pada bulan ke-7 yang disebut mitoni/pitonan. Dalam upacara kematianpun juga dilakukan peringatan pada hari ke-7 (pitung dinanan).

Dari segi tuah, Carubuk yang sering disebut juga Crubuk dapat diartikan ceroboh, gegabah atau bodoh. Maknanya bahwa tuah Keris Carubuk dapat membuat lawan menjadi bersikap ceroboh, gegabah dan menjadi terlihat bodoh (tidak dapat berbuat apa-apa) ketika berhadapan dengan pemiliki Keris Carubuk.







Filosofi Dan Sejarah Keris Carubuk Luk 7 Pamor Beras Wutah Kebak

Keris Carubuk adalah salah satu dhapur Keris luk 7 dengan panjang bilah sedang, nglimpo, tanpa odo-odo, memakai kembang kacang, lambe gajah satu, memakai sraweyan dan juga greneng. Keris dhapur Carubuk biasanya dimiliki oleh orang-orang yang mendalami Dunia Spiritual.

Keris Kyai Carubuk merupakan Pusaka milik Kanjeng Sunan Kalijaga yang merupakan mahakarya ketiga dari Empu Supa Mandrangi selain Keris Kyai Sangkelat dan Keris Kyai Nagasasra. Keris ini juga merupakan salah satu Keris pusaka peninggalan Kerajaan Mahapahit.

Keris Kyai Carubuk kemudian menjadi senjata Pusaka Sultan Hadiwijaya. Konon Keris Carubuk sanggup mengalahkan Keris Kyai Setan Kober milik Arya Penangsang yang ketika itu digunakan oleh utusan Arya Penangsang untuk melakukan percobaan pembunuhan terhadap Sultan Hadiwijaya.

Karena utusan Arya Penangsang dapat dikalahkan, kemudian Keris Kyai Setan Kober diambil oleh Sultan Hadiwjaya, lalu dikembalikan sendiri oleh Sultan Hadiwjaya kepada Arya Penangsang. Tindakan tersebut membuat Arya Penangsang tersinggung dan marah besar sehingga terjadilah keributan antara Arya Penangsang dan Sultan Hadiwijaya. Tapi keributan tersebut dapat dilerai oleh Kanjeng Sunan Kudus.


Keris Singo Barong Pamor Tambal Mataram Kinatah

Keris Singo Barong Pamor Tambal Mataram Kinatah
  • Dhapur Keris (jenis bentuk keris) : Singo Barong Luk 5
  • Pamor (motif lipatan besi) : Tambal Meteor ( Besi Milah 3 warna )
  • Tangguh (perkiraan masa pembuatan) : Mataram Islam Abad Ke 17 Masehhi
  • Panjang Bilah :35 cm
  • Warangka : Gayaman Jogja Kayu Timoho
  • Handle / Gagang : Kayu Timoho
  • Pendok : Tembaga Slorok
  • Mendak : Kuningan
 





Filosofi Keris Singo Barong 


Keris Singo Barong memiliki ciri khas yaitu gandhiknya diukir hiasan singa dengan kelamin yang tegang sebagai simbol kejantanan. Motif singa pada gandhik Keris Singo Barong tampak mirip dengan kilin, yaitu arca binatang mitologi penunggu gerbang dalam budaya China yang banyak terdapat di klenteng. Artinya, hal itu menunjukkan adanya pengaruh budaya China di Nusantara.

Keris Singo Barong biasanya memiliki ricikan berupa sraweyan, ri pandan dan greneng. Keris dhapur Singo Barong juga biasa disebut sebagai dhapur Nogo Singo.

Biasanya mulut singa pada gandhik Keris Singo Barong selalu disumpal menggunakan butiran emas atau batu permata. Tujuannya adalah untuk meredam aura panas atau sifat galak dari Keris Singo Barong tersebut. Filosofinya yaitu, agar apa yang keluar dari mulut kita/apa yang kita ucapkan adalah segala hal yang sifatnya mulia yang dilambangkan dengan batu mulia dan logam mulia.

Berbeda dengan Keris Nogososro yang melambangkan kebijaksanaan dan kekuasaan seorang Raja/Pemimpin, Keris Singo Barong merupakan simbolisme kekuasaan dan ketegasan yang dimiliki tidak hanya oleh seorang Raja/Pemimpin tertinggi, tapi juga Patih dan Senopati.

Salah satu benda pusaka di Nusantara ini yang banyak diburu oleh para pecinta Keris Pusaka atau para kolektor benda pusaka adalah Keris pusaka Singo Barong. Sejak dulu, Keris dengan gandhik berbentuk Singa jantan ini memang diyakini memiliki tuah yang sangat besar.

Keris Singo Barong akan membuat pemiliknya memiliki karakter pemberani dan kuat bagaikan singa jantan yang penuh kekuatan dan keberanian. Selain itu, wibawa singa juga diyakini mampu membuat pemilik atau pemegang Keris ini memiliki kewibawaan dan kharisma yang begitu besar seperti karakter singa.

Keris Singo Barong termasuk salah satu Keris yang di anggap istimewa dan sangat langka. Kharisma Keris ini sangat kuat, dan jika kekuatan Keris ini sudah menyatu dengan pemiliknya, maka orang yang memegang Keris ini akan memiliki kekuatan dan karakter yang sangat kuat bagaikan singa. Dia akan disegani oleh kawan maupun lawan.